Jumat, 25 Februari 2011

Raja Saudi Keturunan Yahudi

Raja Saudi Keturunan Yahudi

Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahawa, keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berikut:
Pada tahun 1960-an, pemancar radio ‘Sawtul Arab’ di Kaherah, Mesir dan pemancar radio di San’a, Yaman, membuktikan bahawa nenek moyang keluarga Saud adalah dari keturunan Yahudi. Bahkan Raja Faisal tidak boleh menyanggah kenyataan itu ketika memberitahu kepada ‘The Washington Post’ pada tanggal 17 Sept 1969 dengan menyatakan bahawa, “kami (keluarga Saud) adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhan kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia adalah merupakan sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, lalu menyebar keseluruh dunia”.
Pernyataan ini keluar dari lisan Raja Faisal As-Saud bin Abdul Aziz. Hafez Wahabi, penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan didalam bukunya yang berjudul ‘Semenanjung Arabia’ bahawa Raja Abdul Aziz yang mati pada tahun 1953 mengatakan : “ pesan kami (pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi (pihak lawan) dari suku-suku Arab, datukku, Saud Awal menceritakan saat menawan sejumlah Sheikh dari suku Mathir dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk meminta membebaskan semua tawanannya. Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian memalukan mereka dan menurunkan nyali para penengah (orang yang ingin membuat rundingan) dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan. Makanan yang disediakan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkan diatas piring”.
Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Kerana mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa kerana kesalahan mereka menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenangnya.
Hafez Wahabi selanjutnya menyatakan bahawa, berkaitan dengan kisah berdarah nyata yang menimpa Sheikh suku Mathir dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz As-Saud, iaitu Faisal Ad-Darwis. Diceritakan kisah (pembunuhan Ad-Darwis) itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud untuk mencegah mereka untuk tidak meminta pembebasan pimpinan mereka. Jika tidak, akan diperlakukan sama. Dia bunuh Sheikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudhu’ sebelum dia solat.
Kesalahan Faisal Darwis waktu itu hanya kerana dia mengkritik Raja Abdul Aziz As-Saud. Ketika Raja menandatangani dokumen yang disiapkan pengusa Inggeris pada tahun 1922 sebagai penyataan memberikan Palestin kepada Yahudi. Tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.
Sistem regim keluarga Yahudi (keluarga Saud) dulu dan sekarang masih tetap sama. Tujuannya untuk merampas kekayaan Negara, merompak, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidak adilan, serangan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilakukan sesuai dengan ajaran kelompok Wahabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.
Sikap apatis Negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, khususnya Arab Saudi, mengundang kecurigaan umat Islam. Bagimana mungkin mereka bungkam menyaksikan pembantaian saudara Muslim yang berlangsung di depan matanya, dilakukan oleh musuh abadi zionis Israel la’natullah? Penelitian dan Penelusuran seorang Mohammad Shakher, yang akhirnya dibunuh oleh rezim Saudi karena temuannya yang menggemparkan, agaknya menuntun kita menemukan jawabnya.
Shakher menulis buku berjudul ‘Ali Saud min Aina wa Ila Aina?’ membongkar apa di balik bungkamnya penguasa Khadimul Haramaian setiapkali berhadapan dengan konflik Palestina-Israel. Buku ini juga menemukan fakta baru, mengenai asal muasal Dinasti Saudi. Bagaimanakah runut garis genealoginya? Benarkah mereka berasal dari trah Anza Bin Wael, keturunan Yahudi militan?
Informasi buku ini mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung di bawah kerajaan Islam Saudiyah bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan pembakaran masjid sekaligus membunuh jamaah shalat yang berada di dalamnya. Jika isi buku yang terbit 3 Rabi’ul Awal 1401 H (1981 M) ini ‘terpaksa’ dipercaya, karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Saudi Arabia terhadap kabilah Arab dahulu, persis seperti kebuasan zionis Israel membantai rakyat Muslim di Jalur Gaza.
Melacak Asal Dinasti Saudi Dalam silsilah resmi kerajaan Saudi Arabia disebutkan, bahwa Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd yang secara historis sangat terkenal, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di “Ad-Dir’iyah”, terletak di sebelah barat laut kota Riyadh pada tahun 1175 H./1744 M., dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.
Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian Tauhid kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, mencegah prilaku bid’ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salafus Shalih dan berpegang teguh kepada dasar-dasar agama Islam yang lurus. Periode awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 H./1818 M.
Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H./1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika beliau merebut kembali kota Riyad yang merupakan ibukota bersejarah kerajaan ini.
Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern, yaitu ketika berhasil mengembalikan suasana keamanan dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern yang kuat yang dikenal dengan nama Kerajaan Saudi Arabia. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar keamanan dan ketenteraman ke seluruh penjuru negeri kerajaan yang sangat luas, mengamankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan perhatian kepada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan tujuan-tujuan solidaritas Islam dan memperkuat tali persaudaraan di antara seluruh bangsa arab dan kaum Muslimin serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia.
Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-langkahnya dalam memimpin Kerajaan Saudi Arabia. Mereka adalah: Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan Pelayan Dua Kota Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz.
Dinasti Sa’udi Trah Yahudi
Namun, di masa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H. Sekumpulan pria dari Bani Al Masalikh, yaitu trah dari Kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang (korporasi) yang bergerak di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makananan lain dari Irak, dan membawanya kembali ke Najd. Direktur korporasi ini bernama Sahmi bin Hathlool. Kelompok dagang ini melakukan aktifitas bisnis mereka sampai ke Basra, di sana mereka berjumpa dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe,
Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, Si Yahudi itu bertanya kepada kafilah dagang itu. “Dari manakah anda berasal?” Mereka menjawab, ”Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masalikh.” Setelah mendengar nama itu, orang Yahudi itu menjadi gembira, dan mengaku bahwa dirinya juga berasal dari kaum keluarga yang sama, tetapi terpaksa tinggal di Bashra, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.
Setelah itu, Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal ini adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al Masalikh itu, dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, para kafilah dagang merupakan sumber pendapatan, dan relasi bisnis. Mardakhai adalah saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi di balik roman wajah Arab dari kabilah Al-Masalikh.
Ketika rombongan itu hendak bertolak ke Najd, saudagar Yahudi itu minta diizinkan untuk ikut bersama mereka, kerana sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka Najd. Setelah mendengar permintaan lelaki Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza itu pun amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira.
Pedagang Yahudi yang sedang taqiyyah alias nyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui sahabat-sahabat, kolega dagang dan teman barunya dari keturunan Bani Al-Masalikh tadi. Setelah itu, disekitar Mordakhai, berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan fahamnya. Dialah Syaikh Shaleh Salman Abdullah Al-Tamimi, seorang ulama kharimatik dari distrik Al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman, dan Hijaz.
Oleh karena suatu alasan tertentu, si Yahudi Mordakhai itu -yang menurunkan Keluarga Saud itu- berpindah dari Al Qasem ke Al Ihsa. Di sana, dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan bin Ibrahim Musa. Kemudian dia pindah dan menitip di sebuah tempat bernama Dir’iya yang berdekatan dengan Al-Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propaganda dustanya, bahwa perisai Nabi Saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pagan (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan Kaum Muslimin. Katanya, “Perisai itu telah dijual oleh Arab musyrikin kepada kabilah kaum Yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun.”
Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaimana Kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dlir’iya, yang berdekatan Al-Qatef. Dia berkeinginan mengembangkan daerah ini sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai tapak atau batu loncatan guna mendirikan kerajaan Yahudi di tanah Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badwi untuk menguatkan posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.
Kabilah Ajaman dan Kabilah Bani Khaled, yang merupakan penduduk asli Dlir’iya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap saudagar Yahudi itu dan menawannya, namun berhasil meloloskan diri.
Saudagar keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu mencari suaka di sebuah ladang bernama Al-Malibed Gushaiba yang berdekatan dengan Al Arid, sekarang bernama Riyadh. Disana dia meminta suaka kepada pemilik kebun tersebut untuk menyembunyikan dan melindunginya. Tuan kebun itu sangat simpati lalu memberikannya tempat untuk berlindung. Tetapi tidak sampai sebulan tinggal di rumah pemilik kebun, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan pelindungnya bersama seluruh keluarganya.
Sungguh bengis, air susu dibalas dengan air aki campur tuba. Mordakhai memang pandai beralibi, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga berpura-pura bahwa dia telah membeli kebun tersebut dari tuan tanah sebelum terjadinya pembantaian tersebut. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dlir’iya, sebuah nama yang sama dengan tempat darimana ia terusir dan sudah ditinggalkannya.
Keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang rendezvous bernama “Madaffa” di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah Syaikh-nya orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syaiikh Shaleh Salman Abdulla Al-Tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syeikh Shaleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.
Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil menjadikan Dlir’iya sebagai pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.
Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dlir’iya di bawah bendera Dinasti Saud. Mereka acapkali melakukan tindak kriminal, menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan penggarongan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan, mereka “menutup mulut” dan “membelenggu tangan” para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Rabi’a, Anza dan Al-Masalikh.
Sekte Wahabi
Seorang munafik jaman kiwari bernama Muhammad Amin Al-Tamimi – Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga Yahudi ini (Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagai imbalan pekerjaannnya itu, ia menerima imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo pada tahun 1362 H atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu adalah Ibrahim Al-Fadel.
Seperti disebutkan di atas, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan wanita-wanita Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya, dan mereka bertaut kepada warisan perkimpoian itu.
Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak yang lainnya bernama Sa’ud, dari keturunan Sa’ud inilah Dinasti Saudi saat ini berasal.
Keturunan Saud (Keluarga Saud) memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan ajaran-ajaran Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam.
Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara ini akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya.
Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa Dinasti Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina Tuhan. Oleh karena itu darah mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak seorang Muslim pun yang dianggap benar, kecuali pengikut sekte Muhammad bin Abdul Wahab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki).
Doktrin Wahabi memberikan otoritas kepada Keluarga Saudi untuk menghancurkan perkampungan dan penduduknya, termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan dengan ajarannya yang kejam (brutal doctrin ) untuk merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahabi.
Keluarga Yahudi yang jahat dan mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama palsu mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama semenanjung Arabia dengan nama keluarga mereka, menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka, dan penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja keras siang dan malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.
Mereka dengan sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa mengemukakan penentangannya atas kekuasaan sewenang-wenang Dinasti Yahudi ini, dia akan di hukum pancung di lapangan terbuka. Seorang putri anggota keluarga kerajaan Saudi beserta rombongannya sekali tempo mengunjungi Florida, Amerika Serikat, dia menyewa 90 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga $1 juta semalamnya. Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara ini akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya.
Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada The Washington Post pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”.
Wallahua’lam bis sowab.

Rabu, 23 Februari 2011

Perilaku Anak-Anak Gaddafi: Saling Tak Akur dan Bergaya Hidup Jor-joran

Smaller  Reset  Larger
Telegraph
Perilaku Anak-Anak Gaddafi: Saling Tak Akur dan Bergaya Hidup Jor-joran
saif Gaddafi
REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Gaya hidup anak-anak pemimpin Libya, Moammar Gaddafi, jauh dari kesederhanaan yang selalu digembar-gemborkan ayahnya. Wikileaks, mengitup dokumen departemen Luar negeri Amerika Serikat yang bocor, menyatakan mereka saling tak akur satu sama lain dan menghambur-hamburkan uang secara royal.

Saif Gaddafi -- meski dibantahnya -- menghabiskan pergantian tahun 2009 di Karibia bersama Mariah Carey. Saudaranya, Muatassim di tempat yang sama menggelar pesta setahun kemudian dengan mengundang Beyonce dan Usher untuk menghibur para tamu. Pengamat politik lokal, yang menjadi sumber diplomat AS, menyatakan hobi Muatassim yang gemar mabuk-mabukan dan pemborosan lah yang menyulut kemarahan warga. "Polahnya dianggap tak beriman dan memalukan bagi bangsa dan negara," tulis Wikileaks mengutip sumber itu.

Anak Gaddafi lainnya, Hannibal, melarikan diri ke London setelah dituduh melakukan KDRT atas istrinya, Aline. Sedang anak perempuan Gaddafi, Aisyah, disebut-sebut dalam dokumen itu juga "diungsikan" ke London setelah ketahuan hamil di luar nikah.  Aisyah adalah anak Gaddafi dari istri keduanya, Safiya, yang merupakan ibu dari enam anak Gaddafi.

Saif yang digadang-gadang sang ayah bakal menjadi penggantinya tak lebih baik dari saudara-saudaranya yang lain. Anak kedua Gaddafi ini gemar menghabiskan liburan dengan berburu di Selandia Baru.

Namun, Saif dianggap yang paling "cantik" bermain. Di luar gaya hidupnya yang mewah, ia juga menunjukkan dirinya dermawan. Gaddafi International Charity and Development Foundation, lembaga amal yang dipimpinnya, segera mengirimkan bahan makanan dan bantuan sesaat setelah gempa hebat melanda Haiti.
Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: Telegraph

Selain Mubarak, Inilah 7 Pemimpin Diktator Paling Buruk di Dunia

Selain Mubarak, Inilah 7 Pemimpin Diktator Paling Buruk di Dunia

Senin, 07/02/2011 12:30 WIB | email | print
Selain Husni Mubarak di Mesir, sedikitnya ada tujuh pemimpin diktator terburuk di seluruh dunia. Salah satunya adalah Raja Arab Saudi. Ironisnya, para pemimpin diktator dan antidemokrasi itu mendapat dukungan, baik materil maupun nonmateril dari Amerika Serikat yang selama ini mengagung-agungkan demokrasi.
Joshua Holland, editor dan penulis senior di situs analisa politik dan kajian internasional AlterNet, mengungkap siapa saja ketujuh diktator paling buruk sedunia itu;
1. Paul Biya, Kamerun
Biya berkuasa di Kamerun sejak memenangkan "pemilu" tahun 1983. Mengapa kata "pemilu" diberi tanda kutip, karena tidak seperti pemilu pada umumnya, Biya menjadi satu-satunya kandidat presiden dalam pemilu tersebut dan ia diklaim berhasil mendapat dukungan 99 persen suara dalam pemilu tersebut.
Kamerun merupakan salah satu negara yang berhubungan dekat dengan AS. Tak heran, meski pemilu yang digelar sangat tidak demokratis, pemerintah AS tetap menggulirkan dana bantuan keuangan untuk pemerintah Kamerun lewat lembaga-lembaga finansial internasional seperti Bank Duna, IMF dan African Development Bank.
Organisasi hak asasi manusia Amnesty Internasional dalam laporannya menyebutkan bahwa pemerintahan Biya di Kamerun kerap menangkapi dan memenjarakan wartawan, melakukan eksekusi tanpa prosedur hukun dan melakukan bisnis kotor.
Pemerintah juga berusaha membungkam gerakan oposisi dengan melakukan dan menutup-nutupi berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat negara. Rezim Biya di Kamerun tak segan-segan menangkap orang-orang yang dianggap menentang pemerintah, melarang warganya berkumpul atau membentuk asosiasi dan membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat.
2. Gurbanguly Berdymuhammedov (Berdymukhamedov), Turkmenistan
Berdymuhammedov berkuasa sejak 2006 setelah presiden Turkmenistan wafat. Ia berhasil merebut tampuk kekuasaan di Turkmenistan dengan cara mengeluarkan mandat untuk memenjarakan pengganti presiden yang wafat.
Laporan Departemen Luar Negeri AS menyebutkan bahwa sejak tahun era tahun '90-an, Turkmenistan menjadi pemain utama dalam "US Caspian Basin Energy Initiative". Negara itu memfasilitasi negosiasi antara perusahan-perusahaan komersil dan pemerintahan Turkmenistan, Georgia, Azerbaijan dan Turki dalam pembangunan jaringan pipa bawah laut di Laut Kaspia untuk menyalurkan gas-gas alam serta ekspor gas alam Turkmenistan ke Turki dibawah bendera yang mereka sebut sebagai Trans-Caspian Gas Pipeline (TCGP)
Majalah Parade melaporkan bahwa AS menikmati pasokan minyak dari Turkmenistan. Pada tahun 2008, nilai impor minyak AS dari negeri itu mencapai 100 juta dollar. Perusahaan minyak Chevron bakan membuka kantor perwakilan sendiri di Ashgabat, ibukota Turkmenistan.
Namun pendapatan negara dari hasil ekspor gas alam dan minyak, terutama ke AS, tidak pernah dirasakan rakyat Turkmenistan. Organsasi Hak Asasi Manusia Human Rights Watch dalam laporannya menyatakan bahwa Berdymuhammedov justru menerapkan kebijakan yang mengekang kehidupan sosial rakyatnya serta bertindak represif.
3. Teodoro Obiang Nguema, Equatorial Guinea
Teodoro sudah berkuasa selama 32 tahun di Equatorial Guinea setelah menggulingkan dan mengeksekusi pamannya sendiri, Francisco Macias.
Setelah melakukan kudeta berdarah dan berhasil naik ke tampuk kepemimpinan, Obiang berjanji akan memimpin dengan cara yang lebih baik dan lebih lunak dari pendahulunya. Tapi nyatanya, Obiang tak kalah keji dengan pamannya. Tahun 1990-an, Dubes AS di negara itu bahkan pernah mendapatkan ancaman akan dibunuh hingga harus dievakuasi.
Tapi hubungan Obiang dengan AS kembali mesra setelah ditemukan sumber-sumber minyak di lepas pantai negara tersebut. Masih menurut data majalah Parade, AS mengimpor lebih dari 3 milliar produk petroleum dari Equator Guinea pada tahun 2008. Di masa-masa awal eksplorasi sumber minyak, negara itu bahkan mampu meraup pendapat mencapai 700 dollar AS tapi semua pendapatan negara itu disimpan di rekening-rekening pribadi Obiang yang dirahasiakan dan AS tutup mata atas fakta tersebut sepanjang masih bisa mengeruk keuntungan dari sumber minyak negeri Obiang.
4. Idriss Deby, Chad
Chad adalah satu negara yang menjadi sekutu AS dalam kampanye "perang melawan teror". AS menikmati hubungan dengan Chad berupa impor minyak dari negeri itu yang nilainya mencapai 3 miliar dollar per tahunnya.
Bisnis minyak dengan AS inilah yang memperkuat rezim Idriss Deby. AS, menurut majalah Parade, juga ikut memperkuat angkatan bersenjata Chad meski miiter negara itu ditengarai mengeksploitasi anak-anak untuk dijadikan tentara.
Amnesty Internasional dalam laporan tahun 2010 juga menggambarkan buruknya situasi kemanusiaan di Chad dibawah kepemimpinan Idriss Deby. Warga sipil dan pekerja kemanusiaan banyak yang diculik dan dibunuh, maraknya kekerasan dan perkosaan terhadap kaum perempuan, termasuk anak perempuan dan anak-anak yang dipaksa menjadi tentara.
Rezim Deby menangkapi, memenjarakan dan menyiksa orang-orang dari kelompok yang dianggap oposisi pemerintah, mengintimidasi para wartawan dan aktivis hak asasi manusia, bahkan pada tahun 2009 menghancurkan rumah-rumah dan fasilitas lainnya sehingga menyebabkan ribuan orang menjadi tuna wisma, dan membiarkan pada bandit dan kelompok bersenjata berkeliaran dan mengancam keamanan rakyatnya.
5. Islam Karimov, Uzbekistan
Karimov menjadi presiden Uzbekistan sejak tahun 1990. Ia juga menjadi salah satu sekutu AS dalam "perang melawan teror". Karimov memberi tempat bagi pasukan AS di Karshi-Khanabad, yang dijadikan sebagai basis angkata udara AS sampai tahun 2005.
Hubungan Karimov dan AS jadi "dingin" setelah ia meminta AS untuk menutup basis militer tersebut. Meski demikian, menurut Parade, hubungan dagang antara AS dan Uzbekistan meningkat dua kali lipat pada tahun 2008 dan AS mengimpor uranium dalam jumlah besar dari Uzbekistan, untuk keperluan pusat energi nuklir dan persenjataan AS. Tahun 2009, Uzbekistan bahkan memesan pesawat Boeing untuk keperluan maskapai nasionalnya, dengan nilai pembelian sebesar 600 juta dollar.
Tapi sebagai pemimpin, Karimov menggunakan tangan besi dalam mengatur rakyatnya. Laporan Human Rights Watch menyebutkan, rezim Karimov melakukan penangkapan, penyiksaan dan memberlakukan pembatasan bagi kelompok agama minoritas. Karimov bahkan disebut-sebut tak segan-segan membunuh lawan politiknya, dengan cara merebus "musuh"nya hingga mati.
6. Meles Zenawi, Ethiopia
Zenawi sudah berkuasa di Ethiopia selama 20 tahun. Tahun 2010, ia kembali berkuasa setelah partainya Front Demokrasi Revolusioner Rakyat Ethiopia memenangkan pemilu dengan dukungan suara 99, 6 persen ! ia berhasil mengintimidasi dan menekan para pendukung partai-partai oposisi dalam pemilu yang penuh rekayasa.
Ethiopia adalah sekutu strategis AS dalam agenda "perang melawan teror" dan pemerintahan Zenawi menerima sokongan dana dari pemerintah AS. Menurut lembaga U.S. Agency for International Development, AS merupakan negara donor terbesar bagi Ethiopia.
Pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush, Kongres AS mengesahkan undang-undang yang isinya meminta pemerintah AS membatasi bantuan militer untuk Ethiopia, karena rezim Zenawi dianggap membelenggu kebebasan pers dan buruknya kondisi hak asasi manusia di negeri itu. Tapi Buhs keberatan dengan undang-undang tersebut dan tetap menggulirkan bantuan finansial dengan dalih untuk biaya "antisipasi terorisme".
Rezim Zenawi melarang adanya kelompok-kelompok oposisi dan berdirinya lembaga swadaya masyarakat. Ia juga dianggap bertanggung jawab atas kasus-kasus penghilangan orang secara paksa. Meski demikian, AS tetap memberikan bantuan pelatihan terhadap pasukan militer Ethiopia.
7. Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Arab Saudi
Raja Saudi ini menjadi satu dari tujuh pemimpin diktator di dunia versi AlterNet. Arab Saudi, merupakan sekutu AS yang paling penting di Timur Tengah. Selama puluhan tahun, AS memberikan layakan keamanan bagi keluarga kerajaan Saudi dengan kompensasi hasil minyak bumi negara Saudi.
Sejak menjadi Raja Saudi tahun 2005, Raja Abdullah sudah melakukan sejumlah reformasi di negaranya. Tapi Human Rights Watch menilai reformasi yang dilakukan Raja Abdullah kebanyakan masih berupa simbolis dan belum memenuhi tuntutan perlindungan atas hak asasi manusia secara konkret.
Amnesty International dalam laporan tahun 2010 menyebutkan bahwa kerajaan Arab Saudi masih memberlakukan kebijakan yang represif untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berkumpul bagi rakyatnya. Ratusan orang ditangkap atas tuduhan teroris dan ribuan dipenjara atas nama keamanan negara. Dalam banyak hal, pemerintah Saudi juga masih membatasi hak-hak perempuan dengan mengatasnamakan ajaran agama. (ln/AlteNet)

Selasa, 01 Februari 2011

MESIR MEMANAS !!

MESIR MEMANAS !!




Baca pelan-pelan aja ya gan..UPDATED dibawah
Mohon comment dan ratenya

Quote:
Mencermati konstelasi politik di Timur Tengah terutama semenjak Revolusi di Tunisia, kini menginspirasi hal serupa di beberapa negara lainnya di kawasan Timur Tengah.Demonstrasi di Mesir adalah demonstrasi besar - besaran yang terjadi di seluruh Mesir menuntut agar Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun untuk melepaskan jabatannya. Aksi ini merupakan salah satu aksi revolusi seperti yang terjadi di Tunisia. Pemerintah berusaha meredam usaha para demonstran yang menggalang aksinya dari internet dengan cara memberhentikan saluran internet dan komunikasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan.Putra dari Presiden, Gamal Mubarak dilaporkan telah meninggalkan Mesir dan menuju London bersama keluarga
Quote:
Sekilas tentang Mesir:

Republik Arab Mesir, lebih dikenal sebagai Mesir, (bahasa Arab: مصر, Maṣr) adalah sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut.

Dengan luas wilayah sekitar 997.739 km² Mesir mencakup Semenanjung Sinai (dianggap sebagai bagian dari Asia Barat Daya), sedangkan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.

Mayoritas penduduk Mesir menetap di pinggir Sungai Nil (sekitar 40.000 km²). Sebagian besar daratan merupakan bagian dari gurun Sahara yang jarang dihuni.

Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia, misalnya Piramid Giza, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor, sebuah kota di wilayah selatan, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah.

Quote:
Protes antirezim Hosni Mubarak yang telah memimpin Mesir 30 tahun terakhir memasuki hari ketujuh, Senin (31/1/2011). Protes berdarah tersebut telah menewaskan sedikitnya 125 orang.

Belum ada tanda-tanda protes akan berakhir meski Mubarak telah menunjuk Kepala Intelijen Omar Suleiman sebagai wakil presiden, Sabtu. Posisi wakil presiden merupakan jabatan baru yang tidak pernah ada selama 30 tahun Mubarak berkuasa.
Siapakah Mubarak dan Keluarganya?


Quote:
KOMPAS.com — Dengan mempertahankan cengkeraman tangan besinya di Mesir selama 30 tahun, Hosni Mubarak disejajarkan dengan Firaun. Namun, meski kekayaan pribadinya—diperkirakan mencapi 31 miliar dollar AS—bisa diperbandingkan dengan penguasa kuno negara itu, popularitasnya di kalangan rakyat Mesir tidak meyakinkan.

Selama kekuasaannya yang tanpa perlawanan, ia memang relatif berhasil mempertahankan stabilitas negara sambil menikmati hubungan baik dengan Barat dan Israel. Namun, itu bukan tanpa harga. Banyak lawannya mengeluhkan kemiskinan, korupsi, dan kebrutalan yang dilakukan negara.

Mubarak menikah dengan Suzanne, putri seorang perawat dari Pontypridd, Wales, Inggris. Mantan perwira angkatan udara yang sudah berumur 82 tahun itu lolos setidaknya enam kali dari upaya pembunuhan. Ia lahir tahun 1928 di desa Kahel-el-Meselha di Delta Sungai Nil dan lulus dari Akademi Militer Mesir tahun 1949. Ia sepertinya ditakdirkan untuk berkarier di angkatan bersenjata.

Setelah perang Arab-Israel tahun 1973, ia dipromosikan menjadi marsekal di angkatan udara. Setelah itu terbukalah pintu ke kekuasaan politik. Sebagai seorang pelayan setia Presiden Anwar El-Sadat, ia diangkat menjadi wakil presiden tahun 1975 dan memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan Mesir dengan Barat.

Kariernya ke jabatan politik tertinggi terjadi pada Oktober 1981 ketika Presiden Sadat dibunuh oleh ekstremis Islam. Didukung oleh kondisi negara yang senantiasa darurat, Mubarak memperkokoh jabatannya dengan menentang ekstremisme Islam dan menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat.

Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair menikmati keramahan Mubarak di vila mewahnya di resor Laut Merah Sharm-el-Sheikh ketika Blair berlibur di sana dengan keluarganya. Keluarga Mubarak juga diketahui memiliki properti di Los Angeles, Washington, dan New York, serta aset yang tersimpan dalam rekening bank di Amerika Serikat, Swiss, dan Inggris.

----
Meski di depan umum ia menyangkal soal keinginan menggantikan ayahnya, banyak pengamat melihat suksesi kekuasaan, dari ayah ke anak itu, sebagai hal yang tak terelakkan. Namun, dengan cengekeraman Mubarak yang melemah dalam hitungan jam, menyusul protes antipemerintah yang memasuki hari ketujuh pada hari ini (Senin, 31/1/2011) , dia dan keluarganya akan segera mencari rumah baru di negara yang mau menampung mereka.
Quote:
Foto-foto seputar Kerusuhan di MESIR
Spoiler for mesir:




Spoiler for mesir:


Spoiler for mesir:


Spoiler for mesir:


Spoiler for mesir:



Spoiler for mesir:
Mesir Genting, SBY Perintahkan Evakuasi Udara

Quote:
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan semua warga Indonesia yang saat ini ada di Mesir dievakuasi lewat udara. Perintah ini menyusul kondisi terakhir di negara piramida yang semakin memburuk. "Untuk mengamankan dan menyelamatkan warga," katanya dalam jumpa pers seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (31/1).

Evakuasi akan dilakukan lewat udara, menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan pesawat-pesawat lain yang tersedia.

Yudhoyono membentuk Satuan Tugas khusus untuk menangani evakuasi 6.149 warga Indonesia yang tercatat kini ada di Mesir.

-----

Kementerian Luar Negeri mencatat dari 6.149 warga Indonesia di Mesir, 4.297 orang adalah mahasiswa, dan 1.002 orang Tenaga Kerja Indonesia. Sisanya ialah warga lain yang berdomisili di sana, termasuk staf Kedutaan Besar RI dan keluarganya.
PENTING !!

Quote:
Berikut ini adalah empat imbauan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri pada Selasa, (1/2/2011) :

1. Menegaskan kembali kepada seluruh WNI yang berada di Mesir agar terus waspada dan menghindar kerumunan massa dan daerah-daerah yang rawan keamanannya.

2. Menegaskan kembali agar seluruh WNI yang berada di Mesir selalu terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo dengan alamat: 13 Aisah El Taimoria Street, Garden City, Cairo, Egypt. Telepon kantor dan staf KBRI yang dapat dihubungi adalah:

i. +20227947200
ii. +20227953877
iii. +20233350627
iv. +20237617681

3. Selain melalui KBRI di Kairo, WNI juga dapat menghubungi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) di Jakarta mengenai situasi dan keadaaan WNI di Mesir. Nomor-nomor Kemlu yang dapat dihubungi adalah :

i. +6282112450500 (Sdr. Tatang Razak);
ii. +6281210157444 (Sdr. Ronny P. Yuliantoro);
iii. +6285888271361 (Sdr. Bambang); dan
iv. +6281325583226 (Sdr. Masbukhin).

4. Menegaskan kembali kepada seluruh WNI yang akan berkunjung ke Mesir dalam waktu dekat agar meninjau kembali rencana kunjungannya hingga situasi di Mesir kembali normal.

Segeralah Menyingkir dari Mesir

Segeralah Menyingkir dari Mesir



Quote:
WASHINGTON, KOMPAS.com - Berbagai negara di belahan dunia memperingatkan warganya untuk tidak mengunjungi Mesir. Sejumlah negara bahkan mulai mengevakuasi warganya, Minggu (30/1/2011), saat protes berdarah anti-pemerintah memasuki hari ke tujuh.

Amerika Serikat (AS) dan Irak mengatakan mulai mengatur evakuasi bagi warganya, sementara Turki, India, Yunani, Kanada, dan Arab Saudi berencana atau sudah mengirimkan pesawat untuk memulangkan warga mereka. Inggris, Perancis, China, Australia, Argentina dan negara-negara Skandinavia memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Mesir tetapi belum punya rencana untuk melakukan evakuasi dalam skala penuh.

"Warga AS di Mesir harus mempertimbangkan untuk segara meninggalkan (negara itu) sesegera yang mereka bisa lakukan," kata Asisten Menteri Luar Negeri, Janice Jacobs, kepada wartawan. AS berencana untuk mulai mengevakuasi warganya, Senin ini, dengan pesawat-pesawat yang disewa pemerintah. Athena, Istanbul dan Nicosia telah diidentifikasi sebagai safe havens. Jacobs tidak mengetahui persis jumlah warga Amerika di Mesir.

Irak mengatakan akan bergantung pada penerbangan-penerbangan khusus dalam mengevakuasi warganya dari Mesir, sementara Turki mengatakan, pihaknya mengirim lima pesawat untuk mengevakuasi sekitar 750 warganya yang terdaftar. Arab Saudi mengatakan akan mengatur 33 penerbangan antara Sabtu dan Senin untuk membawa pulang warganya. India mengirim sebuah pesawat penumpang ke Kairo untuk mengevakuasi warganya. Hal yang sama dilakukan Azerbaijan, yang mengatakan salah seorang staf kedutaannya tewas akibat luka tembak dalam kerusuhan. Pemerintah Kanada merekomendasikan kepada warganya agar meninggalkan negara itu, kata Menteri Luar Negeri, Lawrence Cannon, Minggu. Ottawa merencanakan untuk menyewa sejumlah pesawat guna membawa warga Kanada ke titik evakuasi di Eropa, mungkin mulai Senin.

Sementara Inggris menyarankan warganya untuk meninggalkan kota-kota yang bergolak di Mesir, tetapi sejumlah operator tur menekankan, tidak perlu menarik wisatawan dari resor-resor populer di Laut Merah. Kantor Departemen Luar Negeri Inggris hanya menyarankan perjalanan penting ke Kairo, Alexandria, Suez dan Luxor. "Kami ingin orang mengambil kesempatan jika mereka bisa meninggalkan (Mesir)... tapi saat ini situasi belum mencapai tahap di mana kami harus mempertimbangkan penyewaan pesawat," kata Menteri Luar Negeri, Alistair Burt, kepada BBC. Kantor departemen luar negeri Inggris mengatakan, sekitar 30.000 warga Inggris berada di Mesir.

Perancis juga memperingatkan agar tidak melakukan perjalanan yang tidak penting ke Mesir, tetapi Jurubicara Kementerian Luar Negeri Perancis, Bernard Valero, mengatakan, Paris belum mempertimbangkan untuk mengevakuasi sekitar 10.000 warganya di negeri itu. "Kami memiliki kapasitas untuk bereaksi jika perlu," kata Valero kepada AFP. Ia menambahkan, Perancis terus memonitor situasi di Mesir dan bekerja sepenuhnya untuk membantu warganya.

Di Australia, kementerian luar negeri negara itu menaikkan travel warning dari "mempertimbangkan kebutuhan Anda untuk melakukan perjalanan" menjadi "jangan melakukan perjalanan" ke Mesir. Perdana Menteri Julia Gillard mengatakan, ada 870 warga Australia yang terdaftar di Mesir tetapi angka yang sebenarnya "mungkin berjumlah ribuan".

Kedutaan Besar China di Kairo dalam situs web-nya mengatakan, kementerian luar negeri di Beijing telah mengeluarkan peringatan 'merah" pada hari Minggu yang meminta warga China tidak melakukan perjalanan ke Mesir. China juga mendesak warganya di Mesir untuk berhati-hati dan tidak keluar rumah kecuali jika diperlukan. Pihak China menambahkan, 300 warganya telah terdampar karena pembatalan penerbangan.

Rusia mengatakan tidak punya rencana untuk segera mengevakuasi sekitar 40.000 warganya dari Mesir. "Tidak ada alasan untuk mengevakuasi wisatawan Rusia dari Mesir saat ini," kata seorang jurubicara badan pariwisata negara itu, Oleg Moseyev, kepada kantor berita Ria Novosti. "Orang-orang (Rusia) terus berangkat menuju resor-resor tepi laut negara itu," katanya. Ia menambahkan, hanya tiga orang turis Rusia yang telah meminta operator tur mereka untuk memperpendek perjalanan singkatnya.

Sebuah operator tur Belgia, Jetair, mengumumkan, perusahaan itu mengevakuasi semua kliennya dari Mesir tetapi pemerintah negara itu mengatakan tidak mengatur evakuasi skala penuh. "Untuk saat ini, kami tidak membayangkan untuk mendesak warga Belgia yang tinggal di Mesir meninggalkan negara itu atau mengatur evakuasi," kata seorang jurubicara kementerian luar negeri Belgia, meskipun peringatan perjalanan ke Mesir telah dikeluarkan.

Argentina juga mendesak warganya hari Minggu untuk menghindari perjalanan ke Mesir sampai keadaan kembali normal.

Akhir "Status Quo" Timur Tengah?


Akhir "Status Quo" Timur Tengah?


Quote:
DIAM-DIAM dunia Barat menikmati status quo di negara-negara yang dipimpin tiran atau diktator selama kepentingan mereka dilayani dan diuntungkan. Pelanggaran hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi—yang selalu mereka tentang—dibiarkan terjadi di negara-negara itu.

Di permukaan, negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, terus menyerukan penegakan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan demokrasi. Namun, saat kesadaran akan hak-hak tersebut benar-benar bergaung di negara sestrategis Mesir, AS dan sekutunya dihadapkan pada dilema.

Demonstrasi menentang rezim Presiden Hosni Mubarak, yang dianggap otoriter, telah memasuki hari keenam. Lebih dari 100 orang tewas dalam bentrokan antara petugas keamanan dan demonstran di seluruh Mesir.

AS harus membuat pilihan sulit, mendukung perjuangan demokrasi demonstran atau membela sekutu kuncinya selama 30 tahun. Beberapa hari terakhir, Presiden AS Barack Obama telah mengeluarkan pernyataan keras yang mendesak Mubarak segera melakukan reformasi politik dan ekonomi serta menghentikan kekerasan terhadap demonstran.

Namun, AS juga terlihat hati-hati menentukan sikap terhadap Mubarak. Sebab, setiap indikasi meninggalkan Mubarak akan menimbulkan risiko yang tidak kecil bagi AS dan sekutu-sekutunya di Eropa.

Mesir adalah sekutu AS paling penting di Timur Tengah. Di bawah Presiden Anwar Sadat, Mesir adalah negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada 1979 di Camp David, AS.

Bagi Israel, perjanjian damai dengan Mesir itu sangat besar artinya. Di satu sisi Israel tak perlu lagi risau akan risiko perang dengan Mesir, seperti pada 1948, 1956, 1967, dan 1973.

Di sisi lain, Mesir juga menjadi satu-satunya jembatan bagi Israel untuk berdialog dengan dunia Arab dan berperan besar dalam membatasi ruang gerak kelompok garis keras Hamas di Jalur Gaza.

Itu sebabnya, dalam pernyataan publik pertama sejak krisis Mesir pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (30/1), menekankan pentingnya menjaga perdamaian dengan Mesir dan bagaimana mengembalikan stabilitas dan keamanan di kawasan itu.

”Mimpi terburuk geopolitik bagi Israel adalah ada negara Arab berpenduduk terbesar dalam kondisi instabilitas politik berada tepat di depan pintu. Ini mengubah seluruh perimbangan kekuatan di Timur Tengah,” tuturnya.

Kemungkinan lengsernya Mubarak juga membuka peluang bangkitnya kelompok anti-Israel, seperti Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood). Lembaga pengamat intelijen Stratfor Global Intelligence bahkan mengeluarkan Tanda Bahaya Merah, Sabtu, untuk mengingatkan saat ini banyak anggota Hamas (salah satu cabang Ikhwanul Muslimin) masuk ke Mesir dari Gaza untuk memperkuat demonstrasi anti-Mubarak.

Kemungkinan Mesir dikuasai rezim anti-Barat juga membuka risiko lebih mengerikan, yakni ditutupnya Terusan Suez, urat nadi perekonomian dunia yang menghubungkan Eropa-Asia.

Menlu Inggris William Hague mengatakan, siapa yang akan memerintah Mesir tak ditentukan oleh masyarakat di luar Mesir. Namun, ia menegaskan, ”Tentu saja kami tak ingin ada pemerintahan yang berbasis pada Muslim Brotherhood.”

Namun, membela mati-matian Mubarak untuk bertahan pun berisiko besar. Selain membuktikan kemunafikan retorika Barat tentang HAM dan demokrasi, mereka juga akan ditentang Mesir dan dunia Arab.

”AS dan Eropa hanya bisa menunggu perkembangan situasi dan berusaha untuk tak terlalu memusuhi siapa pun yang akan keluar sebagai pemenang (di Mesir),” ungkap Nigel Inkster, mantan Wakil Kepala Dinas Intelijen MI6 Inggris, yang menjadi pengamat di International Institute for Strategic Studies, London.

Dengan demonstrasi menuntut mundurnya penguasa juga terjadi di Yaman dan Jordania, terancamnya posisi Presiden Palestina Mahmoud Abbas pasca-kebocoran Dokumen Palestina di Al-Jazeera, terbentuknya pemerintahan baru yang diduga pro-Hezbollah di Lebanon, dan kebuntuan perundingan soal nuklir dengan Iran, kiranya status quo sudah berakhir di Timur Tengah. (Reuters/AFP/AP/DHF)