Senin, 29 November 2010

Benar Gus…! Wahabi Itu Pengacau…!

Benar Gus…! Wahabi Itu Pengacau…!

Presiden Republik Indonesia ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan tegas menyatakan, kaum Wahabi menjadi keras dan merasa benar sendiri, tak lain karena pengaruh kerja samanya dengan Dinasti Saudi.
“Kaum Wahabi keras, itu karena kerja sama dengan Dinasti Saudi. Itu yang penting. Penting sekali. Dinasti Saudi ini mengidap rasa rendah diri. Kenapa? Karena mereka keturunan Musailamah al-Kadzab.”
Demikian disampaikan Mantan Ketua PBNU itu pada diskusi buku karya Stephen Sulaiman Schwartz berjudul Dua Wajah Islam: Moderatisme Vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina Jl. Gatot Subroto, Kav. 96-97, Mampang Prapatan Jakarta Selatan, Rabu, (31/10/2007) malam. Buku ini berjudul asli The Two Faces of Islam: The House of Sa’ud from Tradition to Terror (2002) yang diterjemahkan dan diterbitkan kembali oleh the WAHID Institute pada September, 2007.
Pada jaman Nabi Muhammad SAW, Musailamah al-Kadzab (Sang Penipu) pernah mengaku menjadi nabi. Dia dulu tinggal di Yalamlam, daerah antara Jedah dan Yaman. Dan, kata Gus Dur, Dinasti Saudi dulu menamai istananya dengan Istana Yalamlam.
“Ketika Faishal menjadi raja, nama itu diubah menjadi Istana Riyadh. Soal ini kita harus tahu persis sejarahnya, biar kita tidak berat sebelah,” pinta Gus Dur.
“Jadi, sikap rendah diri itu lalu ditutupi dengan sikap seolah paling benar sendiri. Wahabi dijadikan alat untuk menutupi masa lalu Dinasti Saud saja,” tegas Gus Dur.
“Saya tahu ini dari informasi-informasi yang masuk. Saya bicara apa adanya. Obyektifitas itu penting dan menuntut sikap yang betul-betul mendalam tanpa pikiran macam-macam,” imbuhnya.
Pada diskusi buku terbitan the WAHID Institute tahun 2007, ini hadir juga sebagai pembedah intelektual Syiah Jalaluddin Rakhmat dan Dosen Universitas Paramadina Ihsan Ali Fauzi. Ratusan hadirin terlihat memenuhi ruang diskusi.
Mengomentari isi buku, Jalaluddin Rakhmat menyatakan, buku yang sebetulnya hanya menampilkan satu wajah Islam Wahabi, ini akan banyak memukul para dai di negeri ini. “Mereka hanyalah loud speaker Wahabi yang digerakkan dengan petro dolar dari Jazirah Arabia,” ujarnya. “Saudi mungkin kebakaran jenggot dengan buku ini,” sambungnya.
Kang Jalal – sapaan akrabnya – lantas menyuguhkan beberapa ciri spesifik gerakan Wahabi. Pertama, merasa paling suci dan benar. “Dialah yang paling benar dan semua orang sesat. Dialah yang berada di jalan lurus, di atas sunnah, dan semua orang di atas bid’ah. Dialah yang menjalankan tauhid murni dan semua orang musyrik,” tegasnya.
Kedua , anti plularisme. “Mereka sangat eksklusif. Merasa bahwa surga hanya milik dia dan kelompoknya,” terangnya.
Ketiga , anti tradisi lokal, kecuali tradisi Arab di Padang Pasir. “Semua tradisi di tempat yang didatangi tidak disukai,” katanya.
Dan keempat, anti intelektualisme. “Kita harus patuh pada wahyu al-Qur’an dan Sunnah, dengan tambahan, seperti penafsiran mereka. Karena itu, kita dilarang mengikuti penafsiran yang menyimpang dari penafsiran mereka,” ujarnya.
“Jika semua ciri itu terpenuhi dalam diri kita, insya Allah agama kita becomes evil. Dan insya Allah, kita akan menjadi teroris-teroris baru yang menyebarkan ketakutan di sekitar kita,” tandasnya.
“Dan, musuh paling besar dan paling tidak disukai oleh mereka adalah Syiah,” imbuh Kang Jalal disambut tawa.
Sedangkan Ihsan Ali Fauzi ingin melihat gerakan Wahabi secara lebih fair.“Saya ingin membela Wahabi dari beberapa tuduhan yang mengganggu pikiran kita. Karena kok kayaknya hampir tidak ada sumbangan positif dari Wahabi terhadap peradaban,” katanya. “Jadi, saya mengecam Wahabi, tapi be fair,” imbuhnya.
Hal positif dari Wahabi, kata Ihsan, antara lain semangatnya untuk bertauhid. “Mereka menyebut diri muwahhidun (ahli tauhid, red.). Sama juga seperti Muhammadiyah. Semangat tauhid ini sangat patut digarisbawahi, terlepas dari eksesnya,” pintanya.
Selain itu, pinta Ihsan lagi, kita harus tenang berbicara perihal sumbangan dari Wahabi. “Apa alasan kita menolak orang yang memberikan sumbangan kepada orang lain? Kalau kita menerima sumbangan dari AS (Amerika Serikat, red.), kenapa tidak dari SA ( Saudi Arabia, red.)?” tanyanya.
Secara prinsipil, kata Ihsan, tidak ada alasan sedikitpun untuk menolak sumbangan dari mereka. Toh, ujarnya, banyak sekali madrasah, masjid, atau kantor-kantor di negeri ini yang hidup karena bantuan mereka. “Harus hati-hati menyimpulkan mana yang sumbangan teroris dan mana yang bukan. Kalau tidak, akan bahaya,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar